Sebelum Pulang, Misykatian Antar Djazam Muncak Sinai
![]() |
Misykatian berpose dengan Mas Djazam |
Setelah melewati periode paling
dibenci oleh para jomblo mahasiswa, yaitu di-php-in ujian, para
Misykatian mencoba melepas penat dengan berlibur ke puncak Sinai sekaligus
dalam rangka menghibur anggota Misykati tercinta, Mas Djazam Asfari, yang akan
meninggalkan teman-teman dan seluruh gebetannya kenangannya selama di
Kairo.
Jam 09.00 clt armada kami meluncur
dari KSW menuju TKP. Dalam perjalanan yang kami tempuh dalam sehari semalam,
kami melewati kawasan perbukitan, sawah, gurun, dan laut yang dekat dengan
terusan Suez. Momen ini secara tidak langsung mengingatkan kami pada Tanah Air
tercinta, terutama bagi Mas Djazam yang dalam pengakuannya: Di tengah lautlah
saya nembak pacar pertama saya.
Sebelum sampai di gunung Sinai, kami
mampir sejenak di Uyun Musa. Tempat yang di dalamya terdapat sumur mata air
yang digunakan rombongan Nabi Musa dahulu kala sebelum kerajaan api
menyerang untuk menghilangkan dahaga pascakejaran Fir’aun. Uyun Musa
merupakan batu yang telah dipecahkan Nabi Musa dengan tongkatnya, lantas
terpancarlah 12 mata air yang diperuntukkan kepada kaum Nabi Musa untuk melepas
dahaga. Tentu kami tak ingin menyia-nyiakan tempat sakral tersebut, maka kami
mengabadikannya melalui ritual pemotretan, selfie dan ritual-ritual bid’ah
lainnya. Bahkan tak jarang para jomblo—termasuk Mas Djazam--terlihat sedang berdoa untuk lekas dilepaskan dari jeratan statusnya.
Sampai detik ini meskipun di dalamnya sudah kering tak berair, sumur yang
dikatakan sebagai sumber mata air tersebut masih terjaga dengan baik. Setelah
puas mengelilingi sumur Nabi Musa, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju
TKP.
![]() |
Mas Djazam luruh dalam kenangan |
Dalam pendakian, kami tak ingin
menggunakan cara pragmatis, dengan
menyewa kambing jantan atau brontosaurus onta misalnya, tapi kami lebih memilih lari ke
hutan belok ke pantai jalan kaki sebagai perwujudan dari sikap berani
seorang jones ksatria yang rela jungkir balik demi mendapatkan gebetan
cita-citanya. Sikap berani tersebut tak lain kami peroleh dari pembacaan kami
terhadap Bung Pram, dan sepertinya cocok sebagai bekal buat Mas Djazam sebelum
pulang.
Kalau mencintai
dengan berani, kalau membenci dengan berani. Kalau keberanian tidak ada, itulah
sebabnya setiap orang asing bisa jajah kekasih kita.
Lalu, dengan berbekal beberapa buah
senter, gebetan Gunung Sinai pun kami taklukan sebelum matahari terbit.
Di puncak, kami dapati sebuah gereja
ortodoks dipenuhi para jamaah sedang
berdoa. Juga mushala tua yang masih terawat cukup baik. Di sisi lain, nampak
segerombolan turis Jepang duduk takdzim menanti Sang Raja terbangun dari
lelapnya. Beberapa orang juga terlihat tengah melaksanakan shalat subuh. Di
sini kami menemukan ketenangan, ketentraman dan keharmonisan yang—paling
tidak—bisa membuat kami lupa barang sejenak tentang bayang-bayang mantan
pertandingan KPK vs POLRI.
Ketika
matahari mulai menggeliat, pendarnya begitu ajaib. Ia, selain mampu meubah
bukit Sinai menjadi emas, juga mampu memalingkan hati kami dari sosok Pevita
Pearce. Sunrise, begitu Mas Djazam
memanggilnya mesra. Pada detik-detik itu, puncak Sinai dengan semua
pengunjungnya terdiam khusyuk, seakan-akan sedang mendengarkan curhatan
gebetan lantunan ayat-ayat suci. Daya
tariknya begitu memesona, segera ritual-ritual bid’ah untuk mengabadikan
momen tersebut kami jalankan meski hawa dingin menusuk sampai ke sum-sum tulang:
berfoto, selfie atau merekam dalam bentuk 3gp video.
Setelah
momen itu berlalu dan matahari telah naik ke atas permukaan, kami mulai turun
sembari menyaksikan gunung-gunung di sekeliling yang masih samar-samar ketika
kami mendaki semalam. Dan ternyata pemandangannya begitu indah.
Sungguh, Allah tidaklah menciptakan semua ini
sia-sia.
Meski di pegunungan Indonesia juga
banyak batu dengan jenis yang bermacam-macam, namun batu yang berada di sini sungguh memikat
hati. Bentuknya begitu elok. Batu-batu itu ada yang seperti fosil-fosil
dinosaurus, gingsul
Karena keterbatasan waktu dah
hal-hal lain yang tidak memungkinkan, kami tidak sempat mengungkapkan cinta pada gebetan menyinggahi tempat-tempat wisata yang sudah direncanakan.
Seperti makam Nabi Sholeh, Nabi Harun, dan yang lainya. Meskipun begitu ditinggal
nikah mantan kami tetap bahagia dengan berjuta pengalaman yang sudah kami
miliki dari puncak Sinai. (kak_shev, dialih bahasakan oleh cahgagah)
Labels
Kemisykatian
No comments:
Post a Comment