Bahas Cinta Tanpa Wanita?
Misykati, Gamik- kajian rutin almamater Misykati kemarin Selasa (23/02) dimulai kembali setelah cukup lama vakum karena sibuk menghadapi ujian termin satu. Pandu Dewanata menjadi pembicara dalam kajian tersebut dengan menyajikan topik “Cinta; Nukleus Alam Semesta”. Ada hal yang menarik pada kajian kemarin karena salah satu dari 15 peserta kajian dengan inisial MW mengeluhkan kondisi peserta yang tidak ada satupun dari mereka yang mengenakan kerudung.
Berbeda dengan tema kajian Misykati pada
minggu-minggu sebelumnya yang selalu mengangkat resensi kitab tertentu, kajian
Selasa (23/02) kemarin Pandu Dewanata selaku pembicara tidak menyajikan suatu
resensi melainkan essai bebas dengan topik “Cinta; Nukleus Alam Semesta”.
Sebagai moderator Sani Haidar membuka acara
tepat setelah dilaksanakannya sholat maghrib berjamaah. Sekilas moderator menerangkan
tema yang akan dibahas malam itu dan perihal isi dari essai yang akan
dipaparkan oleh Pandu Dewanata. Setelah menyampaikan mukadimahnya Sani Haidar
mempersilakan pembicara untuk mengulas essainya.
Pada pertengahan pembahasan Pandu
mengungkapkan bahwa Cinta tidak memiliki makna tunggal, selalu mengikuti gerak
langkah si penafsir dan lingkungan yang membangunnya.
“Cinta tidak menganut paham tafsir tunggal,
selalu terbuka terhadap tafsir. Setiap manusia memiliki argumentasi tentang
cinta menurut latar belakang, pemahaman dan apresiasi yang berbeda dari hasil
eksplorasi seseorang dalam dunia kesenian maupun budaya. Dan karena itulah
cinta menjadi keindahan yang bergerak, menelusup ke dalam sanubari yang mendekatinya,”
terang Pandu sembari mengupas kulit kuaci.
Pandu pun memiliki makna hakikat cinta yang berbeda dengan orang lain, ketika salah satu peserta menanyakan apa hakikat cinta, Pandu menjawab bahwa “cinta adalah kehadiran. Suatu keadaan tatkala seseorang melihat ciptaan Allah baik manusia, hewan, maupun tumbuhan ia merasakan kehadiran Allah kala itu”. Begitulah hakikat cinta, berbeda dengan makna cinta yang dipahami oleh kebanyakan remaja saat ini yang memaknai cinta hanya sebatas mengarah kepada manusia lawan jenis, dan tidak sadar bahwa hakikat cintanya kepada manusia lain adalah wasilah menuju cintanya kepada Rabb-Nya bukan sebagai ghoyah atau tujuan.
Topik tersebut dirasa lebih hidup dan
menyentuh unsur psikis peserta tinimbang kajian sebelumnya yang membahas
resensi suatu kitab tertentu.
“Iya, yang kemarin (kajian) memang lebih
hidup (berkesan)” ungkap Yusuf Fajri sebagai salah satu peserta kajian.
Para peserta kajian pun begitu antusias
dalam acara kajian tersebut, baik angkatan muda, semi-muda apalagi angkatan
tua. Namun pada jalannya acara tersebut ada hal
yang mengundang gelak tawa peserta lain, yaitu ketika salah satu peserta
bernama Mufidul Wahab mengeluhkan acara tersebut karena tidak ada satupun dari
seluruh peserta yang mengenakan kerudung. “Wah, malam ini tidak ada yang berkerudung
!” keluh Wahab yang akrab dipangil Togar.
Setelah dikonfirmasi atas keluhannya ternyata
dikarenakan tidak adanya satupun wanita yang mengikuti kajian malam itu, bukan
karena ada wanita yang tidak mengenakan kerudung.
Berakhirnya sesi tanya-jawab menandakan
selesainya acara. Setelah ditutupnya acara para peserta dijamu dengan sajian
sop ayam dengan bakwan goreng a la Chef Dlofir.
No comments:
Post a Comment