Misykati Open House
Mudik sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia saat Lebaran.
Setiap menjelang Lebaran mereka beramai-ramai pulang ke kampung halaman untuk
bertemu dengan saudara, teman-teman masa kecil, dan merayakan hari Lebaran bersama.
Lalu bagaimana nasib Lebaran Misykatian di Kairo yang jaraknya sangat jauh dari
tanah air?
Keberadaan anggota Misykati yang tidak terpusat pada
satu tempat, membuat momen mudik Lebaran di Mesir terasa seperti di Indonesia.
Misalnya Mukhlisin, imam besar di salah satu masjid Mathoriyah yang mudik ke
sekretariat Misykati dan keesokan harinya ikut melaksanakan salat Idul Fitri dengan
anggota Misykati yang lain di Suq Sayyarah.
Setelah bersalam-salaman dan bermaaf-maafan setelah salat
Idul Fitri, ketua Misykati, Ilham Azizi, mengajak kawan-kawan untuk mengadakan open
house. Perundingan dengan beberapa anggota Misykati, menghasilkan kesepakatan
hari Jumat, 3 Syawal 1437 H dan rumah Mas Zainul Ansori, lebih akrab disapa Mas
Dlosor, sebagai tempatnya.
Jumat siang itu sinar matahari begitu menyengat
ubun-ubun tetapi tidak menyurutkan niat beberapa anggota Misykati untuk datang
lebih awal ke rumah Mas Dlosor guna menyiapkan acara. Ada Kang Pandu dan Mas Ilham
yang rela berpanas-panasan mencari toko ayam yang sudah buka. Perlu diketahui,
mayoritas warga Mesir menutup kedainya di hari-hari Lebaran sehingga beberapa
kebutuhan hidup termasuk makanan sulit ditemukan.
Lain di rumah Mas Dlosor, di sekretariat Misykati
Tubagus dan Nizar sedang berusaha menyesuaikan volume api yang tepat untuk
menggoreng kerupuk agar tidak gosong atau malah bantat.
Acara dimulai tepat setelah melaksanakan salat Maghrib
berjamaah. Acara dibuka dengan sambutan dari ketua Misykati. Lalu disusul
sambutan dari tuan rumah, Mas Dlosor, yang dalam sambutannya beliau
menyampaikan ucapan Lebaran kepada anggota Misykati dengan penuh khidmat.
Kemudian sambutan diakhiri dengan doa yang dibacakan oleh Ustad Solihul Arifin.
Tidak afdal rasanya jika momen kumpul bersama seperti
ini dilewatkan begitu saja tanpa berfoto. “Satu, dua, tiga... “ suara aba-aba
dari fotografer membuat anggota Misykati yang datang di acara itu melahirkan
ekspresi dan pose yang berbeda-beda.
Tiba saatnya untuk menikmati hidangan. Tak ada opor
dan ketupat, ayam becucu khas Bali pun jadi. Apalagi dimasak langsung oleh
orang Bali sendiri membuat kami terpukau dan yakin bahwa ini adalah ayam becucu,
“Ooo, ini tho yang namanya ayam
becucu?” Selain menu utama, tersedia juga jajanan-jajanan khas nusantara
seperti kue lapis, onde-onde, dadar gulung dkk. Belum putus di jajanan, masih
ada semangka sebagai makanan penutup.
Alhamdulillah setelah menyantap hidangan dan kenyang acara pun usai. Akan tetapi
hadirin masih bertahan, enggan untuk pergi. Di ruang tamu, ada gerombolan orang-orang alim
yang senantiasa menjaga kesehatan jasmani dan rohani, sambil leyeh-leyeh
mengobrolkan apa saja yang bisa dijadikan bahan obrolan. Beralih ke teras
rumah, ada kumpulan ahlu hisap. “Ni’matul udud ba’da dahar”. Kepulan
asap rokok menghiasi langit-langit teras. Namun kenikmatan tersebut diusik oleh
Willya, bocah berumur 7 tahun, yang mondar-mandir bermain dan terus bertutur
sendiri tanpa henti. Dan juga ada Koko, anak Mas Dlosor yang baru berumur 2
tahun yang asyik bereksperimen dengan kembang apinya. Di kamar ujung, ada
ibu-ibu yang stay calm dan juga gadis-gadis Misykati, Teh Neli, Nikmah,
Aini, dan juga saya yang sedang asyik membicarakan artis-artis instagram.
Labels
Kemisykatian
No comments:
Post a Comment